Pemegang Amanat Umat Dan Amanat Rasullah S.A.W.
Rasulullah SAW pernah bersabda:
“Tiap-tiap umat ada orang pemegang amanat, dan pemegang umat Ini ialah Abu Ubaidah Ibnul Jarrah”
Ujian Maha Berat
Abu Ubaidah dihadapkan pada dua timbangan, manakah yang menjadi pilihannya, ayahnya yang kafir atau keislamannya yang diridhoi Allah?
Ketika perang Badar, Abu Ubaidah ikut memperkokoh dan membela kaum muslimin, sedangkan ayahnya berada dalam barisan kaum Quraisy yang musyrik dan kafir.
Dalam arena pertempuran, ayahnya memburu Abu Ubaidah tetapi ia selalu mengelak, menghindar dan menjauh. Ayahnya tidak menyadari kenapa sang anak selalu menghindar. Ia bahkan semakin penasaran dan bernafsu. Ayah Ubaidah terus mengubernya hingga tak ada pilihan lain intuk Abu Ubaidah selain menghadapinya dengan sungguh-sungguh. Dalam pertempuran yang sengit itu Abu Ubaidah terpaksa membunuh ayahnya yang terus mendesak dan melawannya. Walaupun hatinya terasa berat tapi menegakkan amanat Allah dan rasulNya, Ubaidah terpaksa membunuh ayahnya.
Setelah peristiwa tersebut, Allah menurunkan firmanNya:
“Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat saling berkasih sayang dengan orang-orang itu bapak-bapak atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Mereka itulahorang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripadaNya. Dan dimasukkan dibawahnya sungai-sungai, mereka kekal didalamnya. Allah ridhoi terhadap mereka dan mereka merasa puas terhadap (limpahan rahmatNya). Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah bahwa sesungguhnya golongan Allah itulah golongan yang beruntung.
(Al-Mujaadillah:22)
Suatu Peristiwa pada perang Uhud
Abubakar Assidiq menyampaikan suatu kisah tentang jasa Abu Ubaidah pada peang Uhud. Inilah kisahnya.
Pada waktu perang Uhud, Rasulullah SAW terkena panah. Panah itu mengenai rahang atas wajah beliau. Ketika itu beliau memakai tutup kepala dari besi sehingga kepingan besi penutup wajahnya menancap ke rahang beliau di dua tempat. Dari wajah beliau darah terus bercucuran.
Aku berusaha mendekati Rasulullah SAW tetapi sudah didahului oleh seseorang yang berlari dari arah timur. Ia lari begitu cepat seperti kilat menyambar. Terus terang, pada saat itu aku merasa cemas, kalau-kalau orang yang datang itu pihak lawan. Maka aku berdo’a pada Robb-ku, “ Mudah-mudahan orang itu adalah orang yang patuh kepada Rasulullah SAW.”
Setelah aku berada di sisi Rasulullah barulah aku tahu ternyata dia adalah Abu Ubaidah Ibnul Jarrah. Dia berkata padaku, “Aku mohon atas nama Allah, hai Abubakar agar engkau membiarkan aku mencabut lempengan besi ini dari wajah Rasulullah SAW.”
Abu Ubaidah lalu menggunakan kedua gigi depannya untuk mencabut besi tajam yang menancap kedalam kedua sisi rahang Rasulullah. Setelah mencabut besi itu, Abu Ubaidah terjatuh dan kedua gigi atas dan gigi bawahnya tanggal. Kemudia ia menggigit besi kedua dengan kedua gigi atas dan bawahnya yang masih tersisa, dan ternyata giginyapun tanggal pula.
Aku dan Rasulullah SAW amat terharu melihat kesetiaan dan pengorbanan Abu Ubaidah. Betapa saying dan cintanya ia pada Rasulullah sampai ia rela giginya hilang. Sejak itu di kalangan kaum muslimin ia dikenal sebagai si ompong, karena kedua gigi atas dan gigi bawahnya telah hilang.
Orang yang memegang Amanat
Pada suatu ketika utusan masyarakat Najran datang menemui Rasulullah SAW. Utusan itu minta kepada Rasulullah agar mengutus seseorang yang dapat mengajarkan kepada masyarakat Najran hokum-hukum agama islam. Rasulullah SAW. Menyanggupinya dan menjanjikan kepada merek seraya berkata, “ esok hari aku akan mengutus bersama kalian seorang yang benar-benar amin, benar-benar amin, benar-benar amin.” (beliau mengulangnya hingga tiga kali)
Orang yang disebu ’amin‘ sampai diulangnya tiga kali adalah Abu Ubaidah. Ialah yang diutus mengajarkan syri’at-syari’at Islam kepad penduduk Najran.
Dalam perihal amanat Umar RA. Mengungkapkan pula kelebihan yang dimiliki Abu Ubaidah.
Aku benar-benar mengharap agar aku ditunjuk Rasulullah SAW untuk menduduki jabatan itu. Setelah kami menunaikan shalat zhuhur bersama, Rasulullah melayangkan pandangannya ke kiri dan ke kanan sepertinya ada yang hendak beliau cari. Aku sengaja mengangkat kepalalu agar Rasulullah melihatku. Tapi ternyata tidak, beliau tidak mencari aku. Beliau terus melayangkan pandangannya, dan ketika melihat Abu Ubaidah Ibnul Jarrah beliau segera memanggilnya dan berkata padanya, “wahai Abu Ubaidah, pergilah engkau bersama-sama dengan mereka (utusan masyarakat Najran). Jalankan hukum
dengan penuh kebenaran terhadap apa yang mereka perselisihkan.”
Aku sempat tercenung dan aku kini menyadari itulah kelebihan yang tidak diraih oleh siapapun kecuali hanya oleh Ubaidah RA. Rasulullah SAW menyerahkan tugas yang mulia itu kepada Ubaidah karena beliau tahu Ubaidah adalah orang yang memegang teguh amanat.
Dalam pertempuran “Dzatil Salasil” Rasulullah SAW mengirim bala bantuan tentara untuk membantu pasukan yang dipimpin oleh Amrul Ibnul Aash. Diantar itu terdapat Abubakar RA dan Umar RA, sedangkan komandan pasukanya adalah Abu Ubaidah Ibnul Jarrah.
Kepercayaan yang diberikan Rasulullah SAW terhadap Abu Ubaidah RA membuat Umar Ibnul Khattab Berkata mengenai Ubaidah menjelang wafatnya: “ Kalau Abu Ubaidah Ibnul Jarrah masih hidup maka aku akan menunujukan sebagai khalifah penggantiku. Dan bila kelak Allah SWT bertanya kepadaku tentang apa sebabnya, maka kau menjawab, “Aku memilih dia karena dia pemegang amanat umat dan pemegang amanat Rasulullah.””
Abu Ubaidah Seorang Panglima Besar
Pada masa khalifah Abubakar Assidiq RA, panglima tentara Islamdi wilayah timur, Khalid Ibnul Walid telah dapat menyeselesaikan perang melawan tentara Parsi. Lima belas medan tempur telah berhasil dimenangkan oleh tentara islam. Ketika itu yang menjabat sebagai panglima tentara islam diwilayah barat (menghadapi tentara Romawi) dipegang oleh Abu Ubaidah.
Tiba-tiba datang perintah kepada Kalid Ibnul Walid dari Abubakar RA. Abubakar RA menyuruh Khalid pergi ke Syam dan menemui Abu Ubaidah di Yarmurk sambil memberikan sepucuk surat.
Salamullah atas anda, Amma ba’du.
Aku mengangkat Khalid untuk memimpin pasukan di Syam. Jangan anda membentah dia. Dengarkan dan patuhi perintahnya. Ini buklan dari dia, tetapi menurut dugaan ku dia memiliki kepandaian tempur yang tidak anda miliki.
Allah menghendaki kebaikan bagi kami dan bagi anda.
Wassalam
Setelah membaca surat itu, Abu Ubaidah segera menyerahkan jabatan kepemimpinannya kepada Khalid, sedangkan Abu Ubaidah menjadi pendampingnya dalam meraih kemenangan.
Setelah khalifah Umar RA berkuasa sia melihat telah tiba saatnya untuk menyerahkan kembali kekuasaan militer kepada Abu Ubaidah. Khalid telah mencapai sukses besar di medan perang dan di saat damai Abu Ubaidah lebih tepat menduduki jabatan ini.
Kedudukan tertinggi dalam ketentraman yang dipegang Abu Ubaidah malah menjadikan dirinya semakin rendah hati dan zuhud terhadap kemewahan dunia.
Namanya semakin tenar. Rakyat semakin memuji dan mengagumi kekuatan jiwa dan amanatnya. Tapi ketenaran dan pujian ini membuat Abu Ubaidah semakin ciut dan kecut hatinya, sehingga dia berpidato dihadapan mereka:
“wahai segenap manusia, sesungguhnya aku ini seorang muslim Quraisy. Tiada seorangpun dari kalian yang merah maupun hitam yang melebihi aku dalam bertaqwa kepada Allah, maka benar-benar aku ingin menggantikan kedudukannya”
Hormat setinggi-tingginya bagimu wahai Abu Ubaidah. Kemuliaan Allah selalu menyertai agama yang telah melahirkan kepribadianmu dan kemuliaan bagi Rasulullah SAW yang telah mendidik dan mengajarmu.
Ketika Amirul mukminin, Umar Ibnul Khattab, mengunjungi negri Syam (Palestina), ia bertanya kepada orang-orang yang menyabutnya, “mana saudaraku?”
Mereka bertanya “siapa?”
Umar RA menjawab “ Abu Ubaidah Ibnul Jarrah”
Tak lama kemudian Abu Ubaidah datang dan begitu melihat Umar RA, mereka saling berpelukan erat, hangat dan mesra seperti dua orang kekasih yang sudah lama tak jumpa. Setelah itu mereka pun pergi ke rumah Abu Ubaidah.
Sesampainya dirumah Ubaidah, Umar Ra melihat sekeliling rumah sahabatnya. Ia melihat rumah itu kosong, tiada diisi oleh perabot apapun. Yang ada hanya pedang, perisai, tombak dan sebuntal pakaian. Rupanya Ubaidah biasa tidur beralaskan kulit pelana kudanya dan buntalan pakaiannya ia gunakan sebagai bantal.
Melihat suasana rumah Ubaidah, Umar RA tersenyum seraya bertanya, “Tidakkah engkau memakai untuk dirimu sebagaimana yang dipakai orang lain?”
Abu Ubaidah menjawab, “ Ya Amirul mukminin. Saya Khawatir kalau-kalau nanti menjadi pembicaraan orang.”
Wafatnya Abu Ubaidah
Pada suatu hari ketika Umar RA sedang sibuk menangani persoalan-persoalan pemerintah tiba-tiba dikejutkan oleh berita tentang wafatnya Abu Ubaidah. Umar begitu terkejut dan merasa kehilangan. Matanya terpejam dan kepalanya tertunduk. Dari kedua bola matanya menetes air mata duka. Saat itu juga ketika ia mendengar berita tersebut Umar langsung berdo’a memohon kepada Allah agar memberika rahmatNya kepada Ubaidah RA. Lalu Umar RA mengulangi ucapan yang pernah diucapkanya sebelumnya. Katanya, “ Kalau aku mempunyai suatu puncak keinginan maka aku ingin suatu rumah yang didalamnya penuh dengan orang-orang seperti Ubaidah”
Abu Ubaidah wafat di negri Urdun di wilayah Syam dan jenazahnya dikubur ditempat yang pernah dibebaskanya dari cengkraman kerajaan penyembah api dan behala, yaitu Parsi dan Romawi
●▬▬▬▬▬๑۩۩๑▬▬▬▬▬●
2 comments:
waw... sangat bermanfaat :)
bermanfaat sekali... :)
Post a Comment