Thursday, March 24, 2011
Deteksi Risiko Stroke dari Gigi
Nah, Anda teratur membersihkan gigi benang gigi alias dental floss? Ternyata tindakan itu berharga untuk dilakukan. Bahkan, dipercaya mencegah risiko stroke dan penyakit jantung. Selain membersihkan, benang gigi membantu menyingkirkan bakteri yang memicu pertumbuhan plak dan karang gigi.
Berbagai studi mengungkap hubungan antara penyakit periodontal dengan penyakit jantung. Hasil menunjukkan akumulasi mikroorganisme dari radang gusi di arteri pasien dengan gangguan jantung. Tumpukan mikroorganisme kemudian memicu penyumbatan, merusak dinding arteri.
Dailymail mengungkap temuan Sharlin Ahmed dari Asosiasi Stroke, bakteri dalam mulut berkontribusi menyebabkan penyempitan dinding pembuluh darah. Itu memicu stroke.
"Bakteri dalam mulut juga bisa menyimpan lemak di arteri, yang dapat menyebabkan gumpalan darah dan dapat mengakibatkan stroke," jeals Ahmed.
Penelitian Universitas Hiroshima juga mengungkap yang memiliki jumlah gigi kurang dari 24 saat dewasa, 60 persen lebih mungkin menderita stroke.
"Kehilangan gigi mungkin berhubungan dengan stroke iskemik dan perdarahan," ungkap Mitsuyoshi Yoshida yang memimpin penelitian.
Penelitian melibatkan 358 pasien. Ditemukan pasien stroke usia 50-an dan 60-an memiliki jumlah gigi yang sudah tanggal lebih banyak dibandingkan pasien penyakit lain dalam kelompok usia sama.
Hasil analisis dari empat studi terpisah menunjukkan, yang hanya memiliki 24 gigi mengalami peningkatkan risiko stroke sebesar 57 persen ketimbang 25 gigi atau lebih. Analisis memperhitungkan berbagai faktor risiko pemicu stroke, seperti kebiasaan merokok, obesitas, dan penggunaan alkohol. (go4/*****)
Seks Bisa Membunuh
Dokter telah lama mengetahui bahwa aktivitas fisik dapat menyebabkan masalah jantung yang serius, tetapi studi terbaru yang dilakukan peneliti Amerika Serikat membantu untuk mengukur risiko, kata Dr Issa Dahabreh dari Tufts Medical Center di Boston, yang studinya dimuat dalam Journal of American Medical Association.
Tim ini menganalisis data dari 14 studi melihat hubungan antara latihan, seks dan risiko serangan jantung atau kematian jantung mendadak, irama jantung yang mematikan yang menyebabkan jantung berhenti mengalirkan darah.
Peneliti menemukan orang cenderung 3,5 kali lebih mungkin mendapatkan serangan jantung atau kematian jantung mendadak ketika mereka berolahraga dibandingkan saat mereka tidak melakukannya.
Orang-orang itu 2,7 kali lebih mungkin untuk mendapatkan serangan jantung ketika mereka melakukan hubungan seks atau segera sesudahnya dibandingkan dengan saat mereka tidak melakukan aktivitas tersebut. (Temuan ini tidak berlaku untuk kematian jantung mendadak karena tidak ada penelitian yang melihat hubungan antara seks dan kematian jantung.)
Jessica Paulus, peneliti dari Tufts lainnya yang juga bekerja pada studi ini mengatakan risikonya cukup tinggi seperti yang ditunjukkan studi tersebut. Namun demikian periode peningkatan risikonya berlangsung singkat.
"Risiko ini tinggi hanya untuk jangka waktu yang singkat (1 sampai 2 jam) selama dan setelah aktivitas fisik atau seksual," kata Paulus seperti dilansir Reuters, Selasa (22/3).
Karena itu, risiko kepada individu selama periode satu tahun masih cukup kecil, katanya.
"Jika Anda mengambil 10.000 orang, setiap sesi aktivitas fisik atau seksual per minggu dari setiap individu dapat dikaitkan dengan kenaikan 1 sampai 2 kasus serangan jantung atau kematian jantung mendadak per tahun," kata Paulus.
Dia mengatakan bahwa penting untuk menyeimbangkan temuan tersebut dengan penelitian lain yang menunjukkan bahwa aktivitas fisik secara teratur mengurangi risiko serangan jantung dan kematian jantung mendadak sebesar 30 persen.
"Kami tidak ingin publik menghindari aktivitas fisik dan mengira olahraga itu buruk bagi kesehatan," kata Paulus.
Yang hendak ditekankan adalah orang yang tidak berolahraga secara teratur perlu menjalankan semua program latihan perlahan-lahan, secara bertahap meningkatkan intensitas latihan dari waktu ke waktu.(go4/*)
Baju Transparan Kate Middleton Rp921 Juta
Wednesday, March 23, 2011
Baju Renang Seksi yang Dilarang Basah
Sebuah peringatan tertulis di situs perusahaan, “Untuk mendapatkan hasil terbaik dari pakaian renang Herve Leger, kami menyarankan Anda untuk tidak menggunakannya di dalam air.”
Meskipun terdengar mencurigakan, bahan pakaian renang itu terbuat dari poliester, nilon dan spandex sehingga memungkinkan untuk dicuci dengan mesin. Pakaian itu berdesain belahan dada yang rendah, tali di belakang leher dan ornamen resleting.
Desakan itu juga terkesan aneh karena tidak sepenuhnya terbuka di sisi perut sehingga memberi kesan ‘tanggung’. Meskipun begitu, Herver Leger optimistis pakaian ini dapat terjual di kalangan orang kaya yang rela untuk membuang uang demi kepuasan.
Tahun lalu, label pakaian Rodarte meluncurkan kaos kaki seharga US$500 (Rp4,5 juta) yang tidak boleh dicuci. Selain itu, produsen sepatu mahal Christian Louboutin memamerkan sepatu dengan hak 8 inci yang diperkirakan tidak mungkin dipakai manusia. [mor]
Friday, March 4, 2011
Definisi Kesehatan
Kesehatan adalah kondisi umum dari seseorang dalam semua aspek. Ini juga merupakan tingkat fungsional dan / atau efisiensi metabolisme organisme, sering secara implisit manusia.
Pada saat berdirinya Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pada tahun 1948, kesehatandidefinisikan sebagai “keadaan lengkap fisik, mental, dan kesejahteraan sosial dan bukan hanya ketiadaan penyakit atau kelemahan”
Hanya segelintir publikasi telah difokuskan secara khusus pada definisi kesehatan dan evolusi dalam 6 dekade pertama.
Beberapa dari mereka menyoroti kurangnya nilai operasional dan masalah diciptakan dengan menggunakan kata “lengkap.” Lain menyatakan definisi, yang belum diubah sejak 1948, “hanya yang buruk.”
Pada 1986, WHO, dalam Piagam Ottawa untuk Promosi Kesehatan, mengatakan bahwakesehatan adalah “sumber daya bagi kehidupan sehari-hari, bukan tujuan dari kehidupan.
Kesehatan adalah konsep yang positif menekankan sumber daya sosial dan pribadi, serta kemampuan fisik.” Klasifikasi sistem seperti WHO Keluarga Klasifikasi Internasional (WHO-FIC), yang terdiri dari Klasifikasi Internasional Berfungsi, cacat, dan Kesehatan (ICF) dan Klasifikasi Internasional Penyakit (ICD) juga menentukan kesehatan.
Secara keseluruhan kesehatan dicapai melalui kombinasi dari fisik, mental, dan kesejahteraan sosial, yang, bersama-sama sering disebut sebagai “Segitiga Kesehatan”
sumber :
Gadget Blog
0. buka http://widgetindex.blogspot.com/2010/03/im-in-love-with-my-blog.html